PROSES BELAJAR DAN JALUR - JALUR BELAJAR
Makalah ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Drs. Baidi, M.Pd
Disusun Oleh:
1. M. Imam Maqbulin 26.10.3.1.280
2. Mellianawati Noor A 26.10.3.1. 281
3. Muhammad Ali M 26.10.3.1.282
FAKULTAS TARBIYAH DAN BAHASA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2011
PENDAHULUAN
Istilah “proses belajar” dapat
diartikan secara luas dan sempit. Dalam arti luas, proses belajar adalah “suatu
aktivitas psikis /mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan. Setiap kegiatan belajar akan
menghasilkan suatu perubahan pada sisiwa; perubahan itu akan nampak dalam
tingkah laku siswa atau prestasi siswa (performance). Sedangkan dalam arti
sempit, “proses belajar” menunjuk pada bentuk atau jenis belajar tertentu, ada
beberapa bentuk atau jenis belajar .
Jadi, jenis belajar merupakan
aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan dan menghasilkan suatu perubahan yang berbekas, namun perubahan yang
dihasilkan itu lain-lain sifatnya dan jalur untuk sampai pada perubahan itu
juga berbeda-beda. Proses belajar pada umumnya mengenal urutan fase-fase
tertentu. Setiap jenis belajar sebagai proses belajar, juga mengenal urutan
fase-fase itu.
Proses belajar berlangsung di dalam
pelajar dan sejauh itu, merupakan kejadian intern. Setiap kejadian menjadi satu
fase dalam suatu rangkaian kejadian-kejadian yang berlangsung secara berurutan.
Setiap kejadian menjadi satu fase dalam suatu rangkaian fase-fase, yang
bersama-sama membentuk proses belajar yang berlangsung di dalam subyek. Di
samping itu, kejadian-kejadian yang terjadi di luar subyek berperanan juga,
dalam arti dapat menunjang atau menghambat proses belajar yang berlangsung di
dalam subyek (pelajar). Berdasarkan kejadian-kejadian intern (di dalam subyek
sendiri) dan kejadian-kejadian ekstern (di luar subyek), dapat ditemukan
sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Dalam belajar di sekolah faktor
lain berperan pula, yaitu penyaluran dan pengaturan terhadap kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa. Guru sebagai pengelola proses belajar, mengambil
sejumlah tindakan instruksional yang bertujuan menciptakan kondisi-kondisi
ekstern yang menunjang proses belajar yang berlangsung di dalam sisiwa. Dan
tindakan instruksional itu di dasarkan pada pengetahuan yang mendalam mengenai peristiwa intern dan
ekstern selama seseorang belajar dan cara-cara tepat untuk menciptakan
kondisi-kondisi ekstern yang serasi. Semua itu menyangkut tugas guru sebagai
pengelola belajar. Makalah ini akan membicarakan tentang proses belajar dan
jalur-jalur belajar.
PEMBAHASAN
A. Fase-fase dalam
proses belajar
1.
Rangkaian
subproses
Setiap belajar
dipandang sebagai rangkaian sejumlah subproses yang masing-masing memegang
peranan terbatas dalam keseluruhan proses belajar itu. Setiap subproses berlangsung
selama jangka waktu tertentu, biarpun selama beberapa detik saja. Pandangan ini
bersumber pada teori-teori belajar yang dikenal sebagai teori-teori pengolahan
informasi (information-processing
theories of learning). Teori-teori
itu mengembangkan suatu model yang mengandaikan sejumlah satuan struktural yang
masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Satuan-satuan struktural itu bersama-sama
membentuk suatu keseluruhan.
Adapun satuan-satuan struktural
bersama fungsinya adalah sebagai berikut:
a. Dari
lingkungan di sekitarnya, subyek menerima rangsangan-rangsangan yang ditampung
oleh alat-alat indera (receptors)
yang mengolah rangsangan-rangsangan itu, sehingga menjadi rangsang terhadap
sistem urat syaraf. Rangsang itu disalurkan melalui sistem urat syaraf sebagai
masukan (informasi) bagi satuan struktural berikutnya.
b. Masukan
ditampung dalam pusat penampungan
kesan-kesan sensoris (sensory register) dan tinggal di situ selama periode
waktu sangat singkat. Kesan-kesan sensoris yang berasal dari berbagai alat
indera, diolah sedemikian rupa sehingga membentuk suatu pola yang serasi atau
“masuk akal”. Pengolahan ini terjadi melalui proses yang disebut persepsi
selektif (attending, selective perception).
Hasil pengolahn ini menjadi masukan bagi satuan struktural berikutnya.
c. Pola
perseptual ini masuk ke dalam ingatan
jangka waktu singkat (short-term memory=STM) dan tinggal di situ selama
kurang lebih 20 detik, kecuali bila informasi yang masuk itu ditahan lebih lama
melalui suatu proses penyimpanan, seolah-olah diputar-putarkan sendiri (rehearsal). Proses penyimpanan atau
pengulangan ini memungkinkan pengolahan lebih lanjut, yaitu diciptakan suatu
bentuk organisasi yang membuat informasi perseptual ini berarti atau bermakna.
Bentuk organisasi dapat bermacam-macam, misalnya dibuat tanggapan, konsep,
skema, table, graifik, perumusan verbal dan lain-lain.
d. Ingatan jangka
waktu lama (long-term
memory=LTM) menampung inbformasi dalam bentuk organisasi yang telah
dihasilkan dan menyimpannya untuk jangka waktu lama. LTM diperkirakan mempunyai
daya tampung tidak terbatas, baik dari segi lama waktunya informasi akan disimpan.
Penyimpanan informasi dalam LTM ini disebut “storage”. Pada saat ini hasil belajar sebenarnya sudah diperoleh
dan tesedia untuk digali lagi bila dibutuhkan. Informasi yang dibutuhkan akan
dicari dlam LTM dan kemudian diangkat, proses ini disebut “retrieval”. Kesulitannya mungkin disebabkan terjadi gangguan dari
informasi yang baru masuk ke dalam LTM terhadap informasi yang telah disimpan
di situ. Informasi yang digali dari LTM mungkin dimasukkan kembali ke dalam
STM, untuk digabung dan dikombinasikan dengan informasi baru yang sedang diolah
dalam STM (working memory).
e. Informasi
yang digali dari LTM masuk ke dalam pusat perencanaan reaksi/jawaban (response generator). Dalam pusat ini
ditentukan, dalam bentuk apa reaksi/jawaban akan diberikan, misalnya dalam
bentuk jawaban verbal atau bentuk gerakan-gerakan motorik dan baagaimana pola
yang sebaiknya diikuti. Pada dasarnya pusat perencanaan reaksi/jawaban
menentukan bentuk dan pola dari reaksi/jawaban yang akan diberikan, yang
kemudian ditungkan dalam suatu tindakan atau perbuatan. Hasil perencanaan ini
berperanan sebagai masukan bagi satuan struktural berikutnya.
f. Hasil
pengolahan dalam pusat perencanaan ditampung dalam pusat-pusat pelaksanaan (effector) yang menghasilkan suatu tindakan
atau perbuatan yang sesuai (performance).
Menurut
teori-teori pengolahan informasi. Proses belajar menjadi proses pengolahan
masukan-masukan atau informasi-informasi yang pada setiap subproses diubah atau
ditransformir selama setiap subproses informasi yang telah masuk, diubah
sifatnya dan dijadikan masukan yang siap diolah dalam subproses berikutnya.
Dengan demikian, proses belajar berupa suatu rangkaian peristiwa-peristiwa di dalam subyek (pelajar) sendiri, yang
berlangsung secara berurutan.
Jadi, sebenarnya proses belajar itu dimulai dengan
mendapat rangsangan dari lingkungan melalui alat-alat indera dan berakhir
dengan mendapat petunjuk dari lingkungan bahwa proses belajar telah berlangsung
dengan baik (feedback). Masing-masing
subproses dapat ditunjang oleh hal-hal yang terjadi di luar subyek, khususnya
kejadian-kejadian ekstern sebagai berikut:
a. Rangsangan
yang lebih kuat atau tidak terduga, membuat alat-alat indera lebih siap untuk
mengamati apa yang terjadi (alertness).
Misalnya, suara yang keras atau warna yang mencolok menarik perhatian orang;
lampu yang tiba-tiba dihidupkan atau dimatikan menyiapkan orang untuk mengamati
apa yang akan terjadi.
b. Tekanan
pada rangsangan-rangsangan tertentu membantu untuk mengadakan persepsi yang
selektif, sehingga hanya unsur-unsur relevan yang diperhatikan. Misalnya,
kata-kata yang dicetak miring atau dengan huruf tebal.
c. Subproses
pengolahan untuk menemukan makana dalam informasi yang telah masuk ke dalam
STM, memegang peranan yang sangat pokok (enconding).
Subproses-subproses yang mendahuluinya hanya bersifata mempersiapkan, subproses-subproses
yang mengikutinya sebenarnya hanyalah memperkuat.
d. Belum
jelas apakah terdapat kejadian-kejadian ekstern yang dapat menjamin penyimpanan
informasi dalam LTM. Sebenarnya kunci keberhasilan dalam menyimpan informasi
yang baik, terletak dalam kadar dan mutu pengolahan selama informasi disimpan
dalam STM, dan dalam usaha subyek sendiri untuk menggali informasi itu dari LTM
, mengolahnya kembali dan memasukkannya kembali ke dalam LTM.
e. Merencanakan
jawaban/reaksi dan melaksanakan rencana itu dengan berbuat sesuatu yang
menampakkan hasil belajar yang telah diperoleh, mendapat dukungan dari
petunjuk-petunjuk dalam lingkungan.
2.
Fase-fase
dalam proses belajar di sekolah
Rangkaian
keajadian-kejadian intern yang berlangsung, bila seorang belajar dapat
dilukiskan juga sebagai rangkaian fase-fase dalam proses belajar. Khususunya
proses belajar, sebagaimana berlangsung di sekolah dapat digambarkan sebagai
rangkaian fase-fase yang dilalui oleh siswa. Rangkaian tersebut dapat dilihat
pada bagan di bawah ini:
Skema
|
1.
Fase motivasi: Siswa harus
sadar akan tujuan yang harus dicapai dan bersedia melibatkan diri.
2.
Fase konsentrasi : Siswa khusus
memperhatikan unsur-unsur yang relevan, sehingga terbentuk pola perseptual
tertentu.
3.
Fase mengolah : Sisiwa menahan
informasi dalam STM dan mengolah informasi untuk diambil maknanya (dibuat
berarti).
4.
Fase menyimpan : Siswa
menyimpan inforamsi yang telah diolah dalam LTM; informasi dimasukkan ke
dalam ingatan. Hasil belajar sudah diperpleh, sebagian atau keseluruhan.
5.
Fase menggali (1): Siswa menggali
informasi yang tesimpan dalam ingatan dan memasukkannya kembali ke dalam STM
(woking memory). Informasi ini
dikaitkan dengan informasi baru atau dikaitkan dengan sesuatu di luar lingkup
bidang studi yang bersangkutan (transfer). Dimasukkan kembali ke LTM.
Fase
menggali (2) : Siswa menggali informasi yang tersimpan dalam LTM dan
mempersiapkannya sebagai masukan bagi fase prestasi. Langsung atau melalui
STM.
6.
Fase prestasi : Informasi yang
digali digunakan untuk memberikan prestasi yang menampakkan hasil belajar.
7.
Fase umpan balik : Siswa
mendapat konfirmasi, sejauh prestasinya tepat.
|
Dari bagan di atas dapat diperjelas lagi sebagai
berikut:
Rangkaian
kejadian-kejadian intern pada siswa yang sedang belajar, dapat didukung oleh
kejadian-kejaidan ekstern; dalam contoh tentang pelajaran IPA, dapat berperanan
sejumlah kejadian yang memberikan dukungan semacam itu. Siswa mengamati suatu
gejala yang sama dengan gejala yang telah diobservir dalam lingkungan hidupnya.
Bila siswa memegang gelas yang berisikan air es itu, dia mengalami sendiri
secara langsung bahwa tangannya merasa dingin dan menjadi basah; hal itu mungkin
tidak begitu diperhatikannya bila tidak memegang gelas itu. Dengan demikian,
siswa dibantu untuk berpersepsi secara selektif.
Pengalaman
selama memegang gelas itu, mengarahkan pikiran sisiwa untuk bertanya-tanya
mengapa kiranya demikian lebih-lebih bila guru yang mendampingi siswa
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang terarah dan membantu untuk merumuskan hasil pemikiran dengan
kata-kata jelas. Siswa memasukkan kaidah yang telah dirumuskan itu dalam
LTM-nya dan menggalinya kembali pada saat pelajaran yang terhenti tadi
dilanjutkan. Guru dapat membantu mengaitkan kaidah itu dengan kaidah lain yang
ditemukan kemudian; akhirnya ditemukan prinsip pemecah masalah mengapa gelas
yang terasa dingin itu sekaligus terasa basah. Prinsip itu dituangkan dalam suatu
perumusan verbal, dengan dibantu oleh guru. Transfer ke gejala klimatologis,
yang juga kerap dialami siswa mungkin dilakukan secara spontan, tetapi sangat
mungkin sisiwa baru akan berpikir ke sana setelah guru memberikan
pertanyaan-pertanyyan bersifat menuntut. Dengan demikian, siswa diberitahu
tentang prestasi macam apa yang diharapkan darinya. Akhirnya, siswa mendapat
umpan balik dari kejadian “kulit jeruk menjadi basah”.
Adanya
rangkaian fase dalam proses belajar, tidak harus berarti bahwa siswa tidak
dapat kembali ke suatu fase yang terdahulu, sesudah sampai pada fase tertentu.
Mungkin saja bahwa siswa sambil mengolah kembali sebentar ke fase konsentrasi
atau sesudah menggali sesuatu dari LTM, kembali ke fase pengolahan (STM).
B.
Jalur-jalur
belajar
1.
Jalur
belajar informasi verbal
Hasil belajar yang diperoleh ialah pengetahuan yang
mengandaikan kemampuan untuk menuangkan pengetahuan itu dalam bentuk bahasa,
sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Informasi verbal meliputi
cap-cap vebal dan fakta atau data. Banyak konsep dan kaidah disimpan di ingatan
dalam bentuk perumusan verbal dan dengan demikian menjadi fakta yang diketahui.
Peranan
dan wujud dari beberapa fase dalam jalur informasi verbal ataupun tekanan yang
harus diberikan pada fase tertentu:
1. Fase
motivasi : cukup berperanan
bila siswa harus mempelajari banyak padanan kata-kata atau banyak fakta.
2. Fase
mengolah : perlu mendapat
tekanan dalam belajar fakta, karena dalam fase ini siswa mengadakan organisasi
yang pada dasarnya berwujud mencari makna atau arti, yang kemudian dituangkan
dalam suatu perumusan verbal. Dalam belajar padanan kata-kata, “mengolah”
mengambil wujud mengulang-ulang kembali dan hal ini membutuhkan waktu. Fase
mengolah kerap disebut “fiksasi” dan berperanan sekali. Makin baik fiksasinya,
makin baik pula penyimpanannya dan makin sempurnalah reproduksinya.
3. Fase
menggali : berperanan sekali
bila fakta yang telah dihafal, dimasukkan kembali ke dalam LTM untuk dipelajari
kembali (review) atau dihubungkan
dengan fakta baru. Dengan demikian, working
memory memegang peranan pokok dalam belajar informasi verbal.
4. Fase
prestasi : mengambil wujud
menuangkan informasi yang dimiliki dalam perumusan verbal yang tepat, sehingga
orang lain dapat menagkapnya dengan jelas.
2.
Jalur
belajar kemahiran intelektual
Hasil belajar yang diperoleh ialah perseps, konsep,
kaidah dan prinsip yang masing-masing mengandaikan suatu kemempun untuk
mengandaikan suatu kemampuan tersendiri. Di bawah ini, secara berturut-turut
dibahas jalur belajar perseps, konsep, kaidah, dan prinsip.
a.
Belajar
perseptual
Dalam
belajar perseptual diskriminasi antara obyek-obyek berdasarkan cirri-ciri
fisik, memegang peranan penting. Selanjutnya, perbedaaan-perbedaan yang
ditemukan sebaiknya dieksplisitkan, misalnya dengan merumuskan “Yang ini
berwarna hijau; yang itu merah; Yang
ini berbeda dengan yang itu.
Peranan
dan wujud dari beberapa fase dalam belajar perseptual ataupun tekanan yang
harus diberikan pada fase tertentu:
1. Fase
konsentrasi : sangat berperanan
dan mengambil wujud mengamati melaui penglihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan, dan pengecapan. Kalu obyeknya banyak, pengamatan harus diulang-ulang.
2. Fase
pengolahan : perlu mendapat
tekanan, karena dalam fase itu ditentukan apakah sesuatu berbeda atau sama
dengan yang lain dan perbedaan/kesamaan itu menyangkut cirri fisik apa.
Sejumlah ciri-ciri fisik yang khas pada suatu obyek, dikombinasikan dalam pola
pereseptual tertentu. Kerapkali, anak juga belajar nama untuk ciri-ciri itu dan
belajar mengatakan “sama” dan “lain”; ini merupakan permulaan dari kemampuan
untuk membahasakan perbedaan-perbedaan itu.
3. Fase
prestasi : mengambil wujud
suatu perbuatan, seperti menunjuk dengan jari atau memakai beberapa kata untuk
menyatakan “sama” atau “lain”
4. Fase
umpan balik : cukup berperanan
sebagai konfirmasi terhadap diskriminasi yang telah dibuat.
b.
Belajar
konsep
Belajar konsep menunut kemampuan untuk menentukan
ciri-ciri yang sama pada sejumlah obyek. Ciri-ciri yang sama itu, dapat berupa ciri-ciri
fisik, sebagaimana dapat diamati dalam lingkungan hidup fisik. Ini semua
menjadi dasar bagi pembentukan konsep-konsep konkret. Namun, mungkin terdapat
kesamaan antara sejumlah obyek yang tidak bersumber pada kesamaan dalam
cirri-ciri fisik; kesamaan itu tidak dapat langsung diamati dan sering disebut
dengan konsep yang didefinisikan.
Peranan
dan wujud dari beberapa fase dalam belajar konsep konkret ataupun tekanan yang
harus diberikan pada fase tertentu:
1. Fase
konsentrasi : ciri-ciri fisik
yang perlu dibeda-bedakan harus diamati secara cermat dan ini membutuhkan
konsentrasi.
2. Fase
mengolah : ciri-ciri fisik yang sama diambil bersama-sama. Siswa kerap perlu
mengamati kembali benda-benda yang dihadapakn padanya, untuk menegaskan kembali
3. Fase
prestasi : siswa
membuktikan bahwa dia sudah memiliki konsep yang dipelajari dengan menunjukkan
atau memisah-misahkan, kerap disertai dengan menyebutkan nama untuk konsep itu.
4. Fase
umpan balik : cukup berperanan sebagai konfirmasi terhadap penggolongan yang
telah dibuat.
Peranan
dan wujud dari beberapa fase dalam belajar konsep yang didefinisikan ataupun
tekanan yang harus diberikan pada fase tertentu:
1. Fase
motivasi : cukup berperanan,
karena dalam belajar semacam ini, ciri-ciri yang sama tidak dapat ditemukan
melalui pengamatan.
2. Fase
pengolahan : konsep-konsep yang
menjadi komponen digali dari LTM lalu dimasukkan kembali ke dalam STM (working memory). Demikian pula,
pembahasan konsep dalam suatu definisi, sangat membantu dalam pengolahan paling
sedikit perumusan verbal yang mungkin sudah tersedia harus dipahami betul.
3. Fase
prestasi : mengemukakan
definisi atau menunjukkan pada skema dan diagram, satu atau lebih bagian yang
mencerminkan konsep yang bersangkutan.
4. Fase
umpan balik : cukup berperanan
sebagai konfirmasi terhadap penggolongan yang telah dibuat.
c.
Belajar
kaidah dan prinsip
Belajar
kaidah menuntut kemampuan untuk menunjukkan suatu keteraturan (regularity) yang mencakup sejumlah
golongan obyek.
Belajar
prinsip menunutu kemampuan untuk menggabungkan beberapa kaidah,sampai dapat
terjadi kombinasi yang cukup kompleks.
Wujud
dan peranan dari beberapa fase dalam belajar kaidah dan prinsip atau tekanan
yang harus diberikan pada fase tertentu tidak jauh berbeda dengan apa yang
sudah ditekankan dalam pembahasan mengenai fase-fase dalam proses belajar
konsep yang didefinisikan, kecuali fase konsentrasi dalam memecahkan problem.
3.
Jalur
belajar pengaturan kegiatan kognitif
Pengaturan
kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran tersendiri; orang yang memiliki
kemahiran ini, mampu mengontrol dan menyalurkan aktivitas kognitif yang
berlangsung dalam dirinya.
1. Fase
motivasi : kiranya sangat
berperanan, karena siswa harus berupaya dengan memeras otaknya sendiri. Kalau kadar
motivasi lemah, siswa akan cenderung membiarkan problem menjadi problem: “Terlalu
susah untuk memikirkan ini”
2. Fase
konsentrasi : siswa harus mengamati
dengan cermat, kalau penyelesaian masalah membutuhkan pengamatan. Dalam menghadapi
problem yang lain, dibutuhkan perhatian khusus terhadap unsur-unsur yang
terdapat dalam problem yang dihadapi.
3. Fase
pengolahan : siswa harus menggali dari
ingatan siasat-siasat yang pernah digunakannya; mana yang cocok untuk problem
ini. Kalau tidak tersedia siasat dalam ingatan, siswa harus menciptakan siasat
baru dan ini membutuhkan pikiran kreatif, paling sedikit pikiran terarah.
4. Fase
umpan balik : siswa mendapat konfirmasi
tentang tepat tidaknya penyelesaian yang ditemukannya; konfirmasi ini dapat
meningkatkan atau menurunkan motivasi siswa untuk berusaha memeras otak lagi
pada lain kesempatan.
4.
Jalur
belajar ketrampilan motorik
Belajar ketrampilan motorik menuntut kemampuan untuk
merangkaikan sejumlah gerak-gerik jasmani.
Peranan dan wujud dari beberapa fase dalam belajar
ketrampilan motorik atau tekanan yang harus diberikan pada fase tertentu:
1. Fase
motivasi : sangat berperanan,
lebih-lebih bila ketrampilan yang dipelajari membutuhkan usaha kontinyu dan
banyak waktu latihan.
2. Fase
konsentrasi : berperanan dalam
belajar ketrampilan yang menuntut pengamatan terhadap lingkungan untuk
menentukan posisi badan dan memperkirakan jarak, seperti dalam bermain sepak
bola.
3. Fase
pengolahan : mempelajari prosedur
yang harus diikuti dan melatih diri, baik subketrampilan maupun keseluruhan
rangkaian gerak-gerik, disetai koordinasi.
4. Fase
menggali : menggali “program
mental” yang tersimpan dalam LTM (dari ingatan).
5. Fase
umpan balik : konfirmasi mengambil
wujud umpan balik intrinsik atau ekstrinsik.
5.
Jalur
belajar sikap
Peranan
dan wujud dari beberapa fase dalam belajar sikap atau tekanan yang harus
diberikan pada fase tertetu:
1. Fase
motivasi : berperanan dalam rangka belajar
menurut pola conditioning Skinner.
2. Fase
konsentrasi : perlu mendapat tekanan
dalam rangka belajar dari model.
3. Fase
pengolahan : mencernakan penjelasan
verbal yang menyertai teladan yang diberikan oleh model atau menyertai izin
untuk berbuat sesuatu yang disenangi setelah siswa memberikan prestasi yang
tepat.
4. Fase
umpan balik :
siswa mendapat konfirmasi mengenai perbuatan dan perkataannya yang mencerminkan
suatu sikap yang positif.
C. Proses Belajar Konatif dan Afektif
Perkembangan anak
ditopang dengan belajar di bidang kognitif, sensorik-motorik (psikomotorik) dan
dinamik-afektif ini seiring dengan pembedaan pada kepribadian antara aspek
kognitif, aspek dinamik-afektif dan aspek psikomotorik. Winkel menekankan pada
belajar kognitif demi perkembangan konatif siswa, bukanlah hal yang
mengherankan karene sekolah sebagai institusi pendidikan formal memang diserahi
tugas untuk mengutamakan perkembangan kognitif siswa, baik sebagai aspek
perkembangan tersendiri maupun sebagai unsur yang ikut berperanan dalam aspek
perkembangan konatif, afektif, sosial dan motorik. Di samping itu, pengembangan
psikologi kognitif selama bertahun-tahun semakin menampakkan dampak positif
dari perkembangan kognitif bagi kehidupan orang dewasa.
Dalam lingkup
pendidikan formal sebangaimana yang berlangsung di sekolah, diusahakan untuk
membentuk manusia muda menjadi orang dewasa, baik dalam aspek perkembangannya
yang kognitif maupun konatif dan afektif. Lingkungan sekolah merupakan tempat
bagi pembentukan kepribadian secara menyeluruk dan utuh, meskipun tanggungjawab
sekolah yang utama menyangkut perkembangan kognitif.
Proses belajar di
bidang konatif, kognitif, afektif dan psikomotorik memang harus saling
dibedakan, tapi tidak dapat seluruhnya dipisahkan dengan yang lain. Untuk
belajar dibidang kognitif, siswa harus berkemauan, berperasaan senang dan
sering melakukan gerakan moorik tertentu; untuk belajar dibidang afektif dengan
dengan hasil yang menetap, perasaan siswa perlu disertai dengan pengetahuan dan
pemahaman serta kelincahan dalam bergerak. Dengan demikian, pendidikan sekolah
mengutamakan perkembangan kognitif sudah meletakkan suatu dasar untuk belajar
di bidang konatif dan afektif. Namun, perlu juga perhatian khusus diberikan
pada bekajar dibidang konatif dan afektif, sejauh kedua bidang belajar ini
dibedakan dan dapat dibina sendiri.
Dalam belajar konatif
tujuan final yang harus dicapai adalah terbentuknya kemauan yang bercorak
dewasa dan bercirian tertanam dalam, tekun, sabar, penuh keberanian, penuh
pertimbangan dan mampu menentukan prioritas. Ciri-eiri ini harus ditamkan dan
dikembangkan, baik dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sekolah. Proses
belajar konatif memang berlangsung dalam tahap-tahap tertentu tapi memakan
waktu yang bertahun-tahun. Bahkan harus dikatakan dahwa dalamkeseluruhanya
prosesnya terdiri dari danyak proses bagian atau subproses. Hasil dari
masing-masing proses bagian/subproses menjadi “milik pribadi” anak yang sedang
berkembang dan kemudian bertumpuk-tumpuk, sampai ahirnya kemauan terbentuk
sepenuhnya.
D. Belajar yang Bermakna
Belajar dari sekolah
yang menghasilkan perubahan pada siswa; perubahan itu meliputi hal-hal yang
bersifat internal seperti pemahaman dan sikap, serta mencakup sejumlah hal yang
bersifat eksternal seperti keteraampilan motorik dan berbicara bahasa asing.
Dan dibagian ini akan dibahas beberapa topik yang menyingkapkan belajar yang
bermakna dari sudut pandang apa yang dapat diusahakan dari siswa itu sendiri:
1.
Belajar pengetahuan prosedural
Belajar
pengetahuan prosedural manghasilkan kemampuan untuk menggolong-golongkan atau
mengklasifikasikan obyek (konseptualisasi) dan kemempuan untuk melakukan
serangkaian langkah operasional terhadap suatu obyek, seperti dalam penggunaan
kaidah dan prinsip serta dalam pengaturan kegiatan kognitif.
2.
Belajar berdasarkan kemauan
Siswa baru
dapat diharapkan akan menemukan makna dalam belajarnya, bila dia rela dan mau
belajar; dengan kata lain, dia harus bermotifasi untuk belajar.
3.
Belajar menurut pandangan bruner dan
Ausubel
Jerome S. Bruner dan David Ausubel meninjau proses belajar mengajar di
sekolah dari sudut pandang psikologi kognitif. Bruner adalah seorang ahli
psikologi perkembangan kognitif anak dan ahli psikologi belajar kognitif.
Namun, Burner tidak mengembangkan suatu teori bulat tentang belajar sebagaimana
dilakukan oleh Robert M. Gagne. Refleksinya berkisar pada menusia sebagai
pengolah aktif informasi (masukan) yang diterimanya untuk memperoleh pemahaman.
Tinjauan Bruner bersumber pada dua keyakinan dasar, yaitu orang belajar berinteraksi
dengan lingkunganya secara aktif dan sendiripun mengalami perubahan karenanya;
serta orang menciptakan sendiri suatu kerangka kognitif bagi diri sendiri, yang
menghadirkan kenyataan yang dihadapinya. Kerangka kognitif ini disebutnya “model
of the world” (representasi mental dari lingkungan hidup).
Pandangan Ausumbel agak berlawanan dengan Bruner,
dalam arti orang belajar terutama dengan menerima orang lain daripada dengan
menemukan sendiri. Ide, konsep, kaidah dan prinsip disajikan kepada siswa dan
diterima oleh mereka, tidak ditemukan oleh siswa itu sendiri. Makin terancang
baik dan makin terarahkan pengajaran, makin mendalam proses belajar siswa dan
makin berakar hasil belajar itu.
Ausumbel menaruh perhatian besar pada belajar siswa di
sekolah, dengan memberikan tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar
melalui bahasa (meaningfuul verbal learning). “Kebermaknaan” diartikan
sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila
ditinjau bersama-sama.oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja
tidak dianggap sebagai belajar bermakna.
Menurut ausumbel, supaya proses belajar siswa
menghasilkn sesuatu yang bermakna, tidak mutlak siswa menemukan sendiri
semuanya. Malah ada bahaya bila siswa kurang mahir dalam hal ini akan banyak
menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh
berarti baginya.
Tugas pokok bagi guru pengampu bidang studi ialah
membantu siswa untuk mengaitkan pengetahuan dan pemahaman baru (hal-hal yang
akan dipelajari) dengan kerangka kognitif yang sudah dimiliki oleh siswa.
SIMPULAN
Dalam proses belajar
menuntut adanya peran aktif siswa dan guru hanya sebagai pembimbing. Dengan
peran aktif siswa, maka siswa akan menjadi lebih memahami suatu materi
pelajaran. Karena siswa banyak melakukan praktek, yang dalam realitanya siswa
merasakan sendiri kejadian atau peristiwa itu.
Mengenai jalur-jalur
belajar terdapat beberapa jalur belajar, dari jalur belajar informasi verbal
sampai jalur belajar sikap. Beberapa jalur tersebut saling berkaitan dan saling
mempengaruhi.