Senin, 13 Juni 2011

PERKEMBANGAN SOSIAL


PERKEMBANGAN SOSIAL



Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Drs. Baidi,M.Pd

Disusun oleh :
1.                        Luqy Alfin Niamah     ( 26.10.3.6.022)
2.                        M. Imam Maqbulin    ( 26.10.3.6.023)
3.                        Mellianawati Noor A. ( 26.10.3.6.024)

JURUSAN TARBIYAH
PORDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
TAHUN 2011

BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai Perkembangan Sosial tidak terlepas membicarakan tentang manusia. Artinya semua yang dibahas mengenai perkembangan manusia juga, mulai dari lahir sampai meninggal. Sehingga dari perkembangan tersebut terjadi perubahan-perubahan mulai dari perubahan kualitatif yaitu akibat dari perubahan psikis dan perubahan kuantitatif yaitu akibat dari perubahan fisik. Perubahan kualitatif sering disebut dengan perkembangan, seperti perubahan dari kekanak-kanakan menjadi dewasa, sedang perubahan kuantitatif sering disebut dengan pertumbuhan, seperti perubahan tinggi dan berat badan. Tapi disini yang lebih ditekankan yaitu perkembangan.
Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di bumi bahkan di seluruh semesta ciptaan Tuhan. Jadi, manusia wajib menjaga bumi ini.
Di dunia ini manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia pasti memerlukan bantuan orang lain. Karena manusia sebagai makhluk sosial maka manusia di dalam hidupnya melakukan interaksi yaitu komunikasi dengan manusia lain, berhubungan. Sehingga, menimbulkan perasaan sosial yaitu perasaan yang mengikatkan individu dengan sesama manusia.  

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Identitas Diri Manusia sebagai Khalifah Allah
Islam mengajarkan bahwa manusia merupakan khalifah Allah di muka bumi yang mengemban tanggung jawab sosial yang berat: Dalam Alquran dinyatakan:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ (٣٠)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaika: “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini.” Mereka berkata: Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu, manusia yang akan membuat kerusakanpadanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau danmengsucukan Engkau?” Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqoroh: 30)
Sebagai khalifah Allah, manusia merupakan makhluk sosial multi-interaksi, yang memiliki tanggung jawab baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Kegagalan mengemban tugas mulia ini dianggap sebagai kehinaan. Dalam Al-quran dinyatakan:
لَيْسُوا سَوَاءً مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ (١١٣)

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada tali agama Allah (hablummanallah) dan tali denagan manusia (hablumminannas). QS Ali Imran: 113)
Selain itu, sebagai khalifah manusia juga memiliki kewajiban untuk memperhatikan alam semesta dan memanfaatkanya dengan aturan yang benar.
Sejalan dengan perkembanganya, anak tidak hanya memahami lebih banyak tentang diri mereka sendiri. Mereks juga mulai melakukan evaluasi terhadap kualitas yang mereka persiapkan mereka miliki. Aspek evaluatif dari konsep diri yang dimiliki seseorang ini disebut dengan harga diri (self estreemI). Al-quran mengajarkan bahwa harga diri kualitas terbaik seorang mukmin adalah taqwa kepada Allah. Dalam Islam tangginya keimanan menunjukkan tangginya derajat manusia, sebagaimana kutipan Al-quran berikut ini:
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (١٣٩)

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi (drajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 139)

B.     Pembentukan Identitas dan Konflik Sosial
Salah satu perkembangan sosial yang penting adalah pembentukan identitas. Pembentukan identitas tidaklah mudah, namun sangat penting. Pembentukan identitas diri secara kolektif dapat menjadi identitas sosial yang membentuk dinamika masyarakat tersebut.
James Marcia (1980) melakukan wawancara terstruktur yang membuat peneliti mengklasifikasikan individu menjadi empat status identitas, yaitu: kekaburan identitas (identity deffusion), pinjaman (foreclosure), penangguhan (motatorium), dan pencapaian identitas ( identitas achievement).  Orang digolongkan memiliki kekeburan identitas bila dia belum memecahkan masalah identitas dan gagal untuk menentukan arah masa depannya. Orang diklasifikasikan tergadaikan jika ia memiliki identitas tertentu, tapi membuat komitmen pada identitas tersebut tanpa mengalami krisis untuk menentuakn apa yang paling baik bagi mereka. Orang dengan status penangguhan mengalami masalah krisis identitas dan secara aktif menanyakan komitmen kehidupannya dan mencari jawaban. Orang yang telah mencapai identitas tertentu lah menyelesaikan masalah identitas dangan membuat komitmen pribadi pada tujuan, kepercayaan dan nilai-nilai tertentu.
Erika Erikson (1963) melihat seluruh rentang hidup manusia dalam urutan konflik psikososial, dimana pembentukan identitas merupakan salah satu krisis  yang terjadi pada saat remaja. Erikson lebih melihat bahwa perkembangan manusia yang terjadi tidak dapat dilepaskan dari stimulus sosial yang didalamnya. Stimulus sosial meruakan penggerak dinamika kepribadian seseorang.
Tahap perkembangan psikososial terdiri dari 8 tahap. Erikson menyebut tahap pertama dari teori psikososialnya sebagai
a.       basic trust vs. mistrust. Pada tahun pertama tahun kehidupanya, bayi belajar untuk mempercayai atau tidak mempercayai dunia sekitarnya. Selanjutnya  
b.      autonomy vs. shame and doubt (usia 2 tahun). Pada tahap ini anak mencoba untuk mengembangkan kemandiran, dengan latihan menentukan pilihan dan mempertahankan kontrol diri. Pada tahap 3 yang disebut
c.       initiativ vs. guilt (usia 3-5 tahun), anak mulai berinisiatif untuk melakukan aktivitas, melakukan kontrol dan membuat sesuatu terjadi.. Tahap keempat adalah tahap
d.      industry vs. inveriority (usia 6 tahun – pubertas). Pada tahap ini anak terlihat prioduktif dan memiliki rasa ingin tahu tentang dunia sekitar mereka. Dalam tahap kelima,
e.       identity vs. role konfutson (ramaja), individu mulai memperhatikan penampilan mereka dan bagaimana orang lain melihat mereka. Individu mulai mencari identitas diri, merasakan keunikan masing-masing, dan mencari bayangan masa depannya.  .
f.       intimacy vs. isilation (dewasa awal) merupakan tahap selanjutnya, di mana seseorang mengembangkan komitmen kepada orang lain. Ia menginginkan kepercayaan dan berbagai dalam satu hubungan. Selama tahap ketujuh,
g.      generativity vs. stagnation (usia pertengahan) individu ingin mengaku tanggung jawab bagi keluarga dan pekerjaanya. Mereka mulai merasakan kamandirian dan dapat memenuhi kebutuhan dirinya, mulai memiliki arah kehidupan bagi generasi berikutnya.. Tahap terakhir adalah
h.      integrity vs. despair (sia tua). Individu mulai merefleksi masa lalu, apa yang telah dicapai dan dan menemukan arti dari pencapaiannya tersebut.

C.     Mengetahui Orang Lain: Kognisi Sosial
Al-quran mengajarkan manusia untuk mengetahui atau mengenali orang atau kelompok sosial lainya. Masyarakat tersusun dengan susunan yang majemuk. Setiap anggota masyarakat memiliki fungsi masing-masing yang harus dijalankan demi tercapainya dinamika sosial yang harmonis.
Dalam Alquran dinyatakan:
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (٣٢)

Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanku? Kami talah menentukan bagi mereka penghidipan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian lain beberapa drajat, agar sebagian mereka dapat memperkerjakan sebagian yang lain. Dan rahmat tuhanmu  lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Al-Zuhruf: 32)
Interaksi sosial ini menjadi lebih harmonis jika manusia saling mengenal karakteristik pihak lain. Dengan pemahaman ini manusia dapat meramalkan bagaimana orang lain berpikir, merasakan dan berperilaku. Kemampuan unruk memahami karakteristik sosial ini dikenal dengan kognisi sosial yang mencakup cara berpikir seseorang tentang diri sendirii dan orang lain.
Kemampuan kognisi sosial juga berhubungan dengan keterampilan untuk mengambil peran. Dalam menjalankan perannya, Alquran mengingatkan bahwa manusia harus dapat berlaku adil dalam melakukan penilaiannya, meskipun pada kelompoknya.
Islam memberikan panduan yang banyak dalam melakukan interaksi dalam tingkat mikrosistem ini. Hubungan interaktif yang yang positif dalam tingkat ini merupakan nikmat Allah sehingga harus dijaga dengan baik.
Hubungan interaksi yang positif akan mendorong perkembangan yang sehat. Lapisan mikrosistem yang terpenting adalah lingkungan keluarga. Islam mengajarkan pentingnya membina kasih sayang dan hubungan positif di dalam keluarga. Hubungan ini bersifat timbal balik. Orang tua berkewajiban untuk menyanyangi keluarga dan mendidik anak-anaknya dengan adil untuk mendapatkan perkembangan yang optimis. Nabi Muhammad Saw memberikan contoh bagaimana memperlakukan keluarga dengan baik dan sebaliknya, anak juga memiliki kewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tuanya.
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤)

Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kapadaKu dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kamu kembali. (QS Luqman: 14 )
Lapisan mikrosistem lain yang juga penting adalah tetangga. Tetangga adalah lingkungan di sekitar rumah yang sering berinteraksi secara sosial. Hubungan yang baik dengan tetangga merupakan suatu kebahagiaan, sehinngga harus dipelihara dengan baik.
Lapisan mikrosistem lain yang juga penting bagi anak adalah lingkungan sekolah. Pada lingkungan ini, anak mencoba untuk menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan bagi masa depannya. Interaksi guru dan murid dicontohkan oleh Rasulullah Saw sebagai hubungan yang mirip dengan hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya.
Tepat setelah mikrosistem terdapat lapisan mesosistem. Lapisan ini memberikan pengaruh pada struktur mikrosistem anak. Hubungan antarindividu bisa berinteraksi langsung dengan anak dan dapat memengaruhi anak. Misalnya hubungan antara orang tua anak dan guru di sekolah. Segala hubungan dalam mesosistem juga merupakan perantara antara mikrosistem dan eksosistem seperti yang dialami individu.
Eksosistem didefinisikan sebagai sistem sosial yang lebih besar yang tidak memiliki fungsi langsung terhadap anak. Unit ini tidak memiliki pengaruh signifikan yang langsung pada anak, namun struktur dalam lapisan ini memengaruhi anak melalui interaksi dengan struktur dalam mikrosistem. Anak dapat merasakan dorongan positif atau negatif yang melibatkan interaksi dengan sistemnya sendiri.
Makrosistem merupakan lapisan paling luar dari lingkungan anak. Lapisan ini terdiri dari struktur nilai-nilai budaya, etika, adat istiadat dan hukum peraturan. Media massa, praktik dan keberadaan pelayanan sosial tertentu yang ada juga mengatur hubungan sosial, namun dalam bentuk gambaran besar yang tidak selalu lansung bermanfaat. Prinsip-prinsip umum yang didefinisikan oleh makrostruktur membawa pengaruh berurutan pada seluruh lapisan lainnya.
Islam telah mengajarkan bagaimana seharusnya manusia memelihara alam semesta sebagai suatu makrosistem. Alam semesta diciptakan dengan tujuan dan aturan yang benar agar manusia memahami keesaan dan kekuasaan Allah.
t وَخَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ وَلِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ (٢٢)
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar. Dan agar dibalasi tiap-tiap jiwa terhadap yang dikerjakannya, dan mereka tidak dirugikan. (QS Al-Jatsiyah : 22)
Struktur dalam lapisan-lapisan sistem di atas memiliki dimensi waktu yang berhubungan dengan lingkungan anak. Dimensi waktu dalam lapisan-lapisan tersebut disebut sebagai kronosistem. Elemen dalam kronosistem ini dapat bersifat eksternal seperti saat meninggalnya orang tua, atau internal seperti perubahan fisiologis yang terjadi karena kematangan anak.
Keluarga merupakan agen sosial pertama yang memberikan dasar pembentukan kepribadian anak. Melalui keluarga, baik keluarga inri atau keluarga besar, anak pertama mempelajari kepercayaan, sikap, nilai-nilai dan perilaku yang sesuai dengan masyarakatnya.
Demikian pentingnya pengaruh orang tua terhadap anak-anaknya. Banyak penelitian psikologi perkembangan yang melihat bagaimana cara orang tua mengasuh anak dapat memengaruhi kepribadian anak. Cara pengasuhan anak dibagi atas dimensi penerimaan/ penanggapan dan penuntutan/ kontrol.
Dimensi ini memperlihatkan adanya empat jenis cara pengasuhan orang tua yang meliputi pola asuh otoritatif, otoriter, permisif dan tidak terlibat.
Pola asuh otoritatif merupakan gaya pengasuhan yang fleksibel, dimana orang tua memberi anak otonomi. Pola asuh otoriter merupakan pola yang sangat mengikat di mana orang tua memberi banyak aturan bagi anak-anaknya. Pola asuh yang permisif merupakan pola di mana orang tua hanya sedikit memberikan batasan pada anak atau orang tua jarang mengontrol perilaku anak. Sedang pola asuh yang tidak peduli adalah cara pengasuh yang keras dan sangat permisif seperti orang tua tidak memperhatikan anaknya dan masa depannya.
Sewaktu anak-anak lebih besar, ruang pergaulan mereka semakin bertambah luas. Mereka biasanya bergaul dengan teman-teman sebaya. Teman sebaya merupakan dunia kedua bagi anak dengan interaksi yang bersifat sederajat. Keinginan untuk berinterakasi dengan teman sebaya dengan mencarim perhatian dan pengakuan, telah muncul pada pertengahan tahun pertama. Pada usia tersebut, anak mulai berinteraksi dan kemudian menjadi lebih majemuk bahkan terkoordinasi. Mereka dapat meniru satu sama lain, melakukan peran sosial dalam permainan sederhana dan kadang melakukan koordinasi untuk mencapai tujuan mereka.
Dalam model bioekologikal, Bronfenbrenner juga mengembangkan model kekurangan (deficit model) untuk menentukan tingkat dukungan masyarakat yang dibutuhkan oleh keluarga dalam membesarkan anak-anaknya. Tekhnologi telah mengubah masyarakat dan memilikim dampak terhadap likgkungan sosial. Perekonomian bergeser dari model industrial ke arah model tekhnologi.
Menurut model bioekologikal, jika hubungan langsung dalam mikrosistem terganggu, anak tidak akan memiliki alat untuk mengeksplorasi bagian-bagian dari lingkungannya. Anak membutuhkan penegasan yang ada pada hubungan anak dengan orang tua untuk memerhatikan jika terjadi kesalahan.
Teori ini memiliki implikasi terhadap praktik pengajaran. Mengetahui bahwa perubahan sosial membuat perubahan dalam interaksi rumah tangga. Bronfenbrenner percaya bahwa hubungan primer harus dibentuk dengan seseorang yang dapat memberikan perasaan kasih sayang sepanjang waktu. Hubungan ini harus diberikan oleh seseorang yang berada dalam lapisan langsung yang memengaruhi anak.

BAB III
KESIMPULAN
Dalam perkembangan sosial membicarakan tentang:
1.    Manusia merupakan khalifah Allah
Manusia merupakan khalifah Allah di muka bumi. Sebagai khalifah Allah, manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki tanggung jawab kepada Allah maupun sesama manusia. Manusia juga memiliki kewajiban untuk memperhatikan alam semesta dan memanfaatkannya. Manusia juga harus mampu untuk memahami diri sendiri atau mengkonsep diri.
2.    Pembentukan identitas
Pembentukan identitas dapat menjadi identitas sosial yang membentuk dinamika masyarakat.
3.    Mengetahui orang lain
Manusia harus mengetahui atau mengenali orang lain yaitu dengan interaksi sosial. Dengan interaksi sosial maka dapat saling mengenal karakteristik pihak lain.

PUSTAKA
Mujib,Abdul dan Jusuf Mudzamir,Nuansa-Nuansa Psikologi Islam,Jakarta PT. Raja Grafindo Persada:2001
Hasan,Alih B.Purwakania,Psikologi Perkembangan Islam,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada:2008

0 komentar:

Posting Komentar